Resolusi Jihad, Bukti Peran Ulama Dalam Kemerdekaan.
Resolusi Jihad Nu 22 Oktober
Bincang Santri - Hari kemerdekaan yang jatuh setiap tanggal 17 agustus adalah hari dimana bangsa indonesia mendeklarasikan dirinya, bahwa saat itu negara indonesia benar benar menjadi negara yang merdeka dan terlepas dari para penjajah.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh para pahlawan kita terdahulu untuk mendapatkan kemerdekaannya, baik melalui diplomasi maupun peperangan.
Salah satu perang yang terkenal pada masa itu adalah perang 10 November 1945, yang mana saat itu pertumpahan tak terelakkan dari pihak sekutu dengan arek arek suroboyo.
Semangat juang dari arek arek suroboyo membuat pihak sekutu kewalahan menghadapinya, banyak pihak yang mempertanyakan kenapa bisa orang orang pribumi dengan senjata yang minim tidak gentar sedikitpun dengan sekutu yang mempunyai daya tempur yang lebih kuat ?
Sejarahpun mulai bercerita, bahwa salah satu faktor yang membuat arek arek suroboyo berani tak kenal takut adalah karena adanya RESOLUSI JIHAD.
Apa Itu Resolusi Jihad ?
Resolusi Jihad adalah sebuah keputusan yang didapat dari pemikiran para ulama (Ijtihad Ulama) yang mana beliau khususnya KH Hasyim Asyari menyerukan kepada masyarakat indonesia bahwa membela tanah air hukumnya adalah wajib dan dikategorikan sebagai jihad fii sabilillah, siapa saja yang mati dalam membela tanah air maka matinya adalah mati syahid sekaligus surga untuknya.
Siapa yang tak ingin dengan surga coba ?
KH Hasyim Asyari selaku pendiri Nahdlatul Ulama, benar benar paham betul dalam menerapkan istilah hubbul wathon minal iman (Cinta tanah air sebagian dari iman).
Jika kita tidak mencintai negara dalam artian tidak peduli dengan permasalahan yang terjadi, maka iman yang ada didalam diri kita masih belum bisa dikatakan sempurna.
Sejarah Resolusi Jihad
Resolusi Jihad sendiri berawal ketika presiden pertama indonesia yakni, Ir soekarno bertanya kepada Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asyari bagaimana hukum mempertahankan negara.
Beliau akhirnya mengeluarkan fatwa jihad berisikan ijtihad, sebagai jawaban atas pertanyaan Ir Soekarno.
Sedangkan pada saat itu, khususnya kota surabaya sedang mengalami situasi yang mencekam, upaya pemberontakan yang dilakukan oleh sekutu semakin terlihat nyata.
Arek arek suroboyo yang terbagi dari beberapa laskar pejuang rakyat seperti hizbullah telah melakukan perlawanan terhadap sekutu.
Baku tembak dalam skala kecil tak dapat dipisahkan lagi, arek arek suroboyo hanya bisa berjuang meskipun bermodalkan keberanian.
Hingga tepat pada tanggal 22 Oktober 1945, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengumpulkan ulama ulama se-jawa madura untuk melakukan rapat di surabaya.
Di kota inilah, setelah membahas mengenai masalah perjuangan dan upaya mempertahankan kemerdekaan, akhirnya PBNU mengeluarkan Resolusi Jihad sekaligus menguatkan fatwa dari KH Hasyim Asyari sebelumnya.
Seperti halnya angin yang bergerak cepat, melalui media kertas pada saat itu, Resolusi jihad mulai dikenal oleh orang orang dari segala penjuru nusantara.
Dengan memantabkan hati serta iman, orang orang dari berbagai luar daerah kota surabaya, berbondong bondong pergi ke surabaya guna mengusir para penjajah.
Seakan akan mereka benar benar ingin mati dalam membela negaranya, meskipun jika mereka mati, mereka tak takut, karena mereka sudah dijanjikan mati dalam keadaan syahid.
Dan yang menjajikan tersebut adalah seorang alim ulama KH Hasyim Asyari.
Cerita diatas adalah salah satu bukti peran ulama dalam upaya mempertahankan kemerdekaan negara.
Namun sayang, sejarah indah tersebut tidak banyak orang yang mengetahuinya.
Padahal jika kita mau mencari saksi tragedi perang 10 November dan menanyakan bagaimana sikap pejuang saat itu.
Munkin saksi tersebut mengatakan bahwa "orang orang surabaya benar benar merindukan mati pada saat itu".
Pengaruh kuat dari resolusi jihad benar benar menampakkan jati diri seorang pejuang yang sebenarnya, menolak menyerah sebelum penjajah benar benar kalah.
Entah alasan apa yang dibuat, kenapa sejarah sebesar resolusi jihad tak pernah di publikasikan di mata pelajaran sekolah, khususnya sekolah bernuansa formal / umum.
Bukannya bangsa yang kuat adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya, seperti yang pernah dikatakan oleh presiden pertama kita Ir Soekarno.
Bangsa yang besar, bangsa yang tidak melupakan sejarah pahlawannya
Untungnya, masih ada sekolah benuansa islami khususnya sekolah dibawah naungan Nahdlatul ulama yang mempublikasinnya melalui mata pelajaran sekolah bernama aswaja.
Munkin saja sebagian orang berfikir bahwa ulama terhadulu hanya bisa berdoa tanpa adanya tindakan.
Melalui tindakan para panglima perang dan doa ulama digunakan sebagai pelengkap semata.
Namun nyatanya tidak seperti itu, banyak ulama dan kyai kyai, pada masa sebelum dan sesudah kemerdekaan yang menjadi tombak dari segela peperangan.
Sebut saja KH noer ali, seorang ulama dari karawang bekasi, dengan kepiawayannya dalam bergerilya beliau sampai sampai mendapat julukan si "Belut Putih".
Banyak yang mengatakan bahwa beliau mempunyai amalan dan wiritan yang dapat membuat beliau dan murid muridnya kebal terhadap peluru.
Bergerilya dari desa ke desa untuk menghancurkan pos pos belanda hingga mendapat julukan baru si "Singa Karawang".
Selain itu, ada juga pangeran diponegoro, putra sulung dari sultan hamengkubuwono VII.
Di masanya, merupakan salah satu orang yang menentang secara terang terangan terhadap penjahahan yang dilakukan oleh belanda.
Dengan gaya bergerilyanya, pasukan belanda dibuat resah, banyak kerugian yang didapat, sampai sampai kerugian yang paling besar disebabkan oleh pangeran diponegoro.
Belanda sudah berusaha semaksimal munkin untuk menangkap beliau, namun tak ada hasil yang di dapat.
Belanda mempercayai bahwa pangeran diponegoro mempunyai sebuah ajimat yang dapat membuatnya lolos seketika itu.
Dan pada akhirnya pangeran diponegoro pun tertangkap karena ada penghianatan yang di lakukan oleh orang terdekat.
Cerita di atas hanya sebagian kisah ulama dalam memperjuangkan kemerdekaan, bahkan masih banyak kisah kisah yang tak kita ketahui.
Beliau beliau, memperjuangkan bangsa tanpa kenal pamrih dan rindu akan pujian.
Kita sebagai penerus bangsa, hanya bisa berdoa dan serta tak melupakan jasa jasa yang telah di perbuat oleh beliau beliau.
Salah satu cara agar kita bisa melakukan itu semua adalah dengan segenap hati menanamkan "Hubbul Wathon Minal Iman".
Itulah resolusi jihad, sebagai bukti bahwa ulama berperan dalam kemerdekaan, jika ada penambahan atau apa saja mohon untuk berkomentar dibawah ini.
Posting Komentar untuk "Resolusi Jihad, Bukti Peran Ulama Dalam Kemerdekaan."