Pondok Pesantren Tak Seburuk Yang Aku Kira
Bincang Santri - Apa yang ada di benak kalian setelah mendengar kata pondok pesantren? takut kah atau malah senang? saya adalah salah satu orang yang terjurumus dalam lobang pondok pesantren, tapi karna hal itulah saya bisa menjadi sekarang ini.
Sewaktu kecil, tak ada keinginan sama sekali untuk mondok, berpikiran saja tidak, apalagi memasukinya.
Lalu bagaimana bisa saya mendapatkan status santri di mata masyarakat?
Semua itu karena orang tua.
Kala itu saya bukan siapa siapa bagi orang tua, karna pemikiran seperti itu, saya hanya bisa "sami'na wa atho'na" terhadap beliau.
Ingin sekali rasanya untuk memberontak dan mengagungkan keegoisanku, tapi apa daya, berucap saja aku tak berani, akhirnya dengan seiringnya waktu yang semakin mendekat, tibalah waktu dimana saya berada di pondok pesantren.
Surabaya, 07212008
Itu bukan nomer togel ataupun nomer lotre, nomer sejarah itu adalah nomer yang mempunyai arti besar bagiku, nomer itu meninggalkan sebuah kenangan yang mendalam.
Bagaimana tidak? dalam waktu bersamaan aku meninggalkan keluargaku dan mendapatkan keluarga baruku.
Aku melihat gerbang besar berlapiskan besi dengan gagahnya, munkin karena itu pondok pesantren juga di istilahkan sebagai "penjara suci".
Apakah berarty selain pondok pesantren, semua penjara "najis"? entahlah, saya kira itu hanya sebagai kiasan santri yang mendekam dibalik gerbang raksasa namun melakukan kegiatan yang akan membawanya ke ridho allah.
Dan saya juga meyakini gerbang itulah yang akan menghancurkan keegoisanku selama saya berada disini.
Ingin sekali rasanya untuk berlari untuk menjauhi kekuargaku, namun hati dan tubuh saling bertentangan.
Akhirnya tiba dimana aku berpisah dengan keluargaku, dimana aku akan mencuci pakain sendiri, makan sendiri, sendiri semua serba mandiri.
Aku bukan anak kecil lagi yang harus bergantungkan dengan orangtuaku, biarlah mereka yang seusiaku masih tergantung dengan orangtuanya, tapi aku tidak, ya mulai saat ini aku sudah berpisah dan bertemu kembali tahun depan dengan keluargaku.
Aku ditempatkan di sebuah kamar yang seisinya seumuran denganku, terlihat berbagai macam warna kulit, wajah, serta bahasa masing masing.
Awalnya saya merasa canggung dengan mereka semua, tapi mereka sungguh tau cara memperlakukan keluarga baru.
Mereka mempersilahkan aku untuk makan, tapi aku menolakknya, saya masih malu untuk berinteraksi dengan mereka, padahal saya sadar mereka semua itu adalah santri baru.
Tapi kenapa bisa sedekat itu??
Semua itu terjawab setelah beberapa hari saya bermalam di pondok pesantren.
Hari itu memang tidak ada kegiatan sama sekali bagiku, dan akupun tak pernah berinteraksi dengan mereka, tapi mereka masih saja "sok dekat" ku, itulah yang membuat saya semakin malu.
Akhirnya jam menunjukkan pukul 22.00, waktu dimana untuk pertama kalinya saya tidak seatap dengan keluargaku, waktu dimana saya tidur beralaskan keramik, ya waktu itu adalah revolusi tersendiri bagiku, akhirnya aku terlelap dalam mimpi untuk melanjutkan kisah kedua.
Tunggu kelanjutannya pondok pesantren tak seburuk yang aku kira part 2 :)
Seru juga ceritanya, lanjutkan gan. Saran saya, hati-hati dalam menulis tulisan agan banyak yang typo
BalasHapusterima kasih masukannya pak :)
Hapus